Tulisan Tangan & Orisinalitas Santri
Oleh : Muhammad Fauzi Ridwan
Pondok Ngunut, saya sangat senang ketika melihat para santri yang produktif. Dalam hal ini berkaitan dengan produktivitasnya dalam berkarya tulis. Terlihat perubahan yang begitu besar apabila dibandingkan dengan saat saya mondok dulu. Saat ini semakin beragam wadah bagi santri untuk menggoreskan penanya. Mulai dari mading, buletin, perlombaan, buku antologi hingga majalah. Lebih senang lagi, ketika melihat antusiasme yang luar biasa ketika diadakannya event kepenulisan. Beberapa hari yang lalu saya diminta menjadi juri lomba menulis cerpen. Padahal saya sadar kemampuan masih sedikit, tapi saya akan mencoba dan belajar memberikan penilaian yang baik.
Setelah saya membaca karya-karya santri, semuanya bagus-bagus. Tidak ada yang jelek. Ada dua alasan sederhana mengapa saya mengatakan demikian. Pertama adalah bagus karena karya mereka ditulis tangan (bukan ketikan). Di zaman serba modern ini, sangat jarang ditemui aktivitas menulis dengan pulpen dan kertas. Semua beralih pada pengetikan di komputer.
Padahal jika dilakukan dengan menulis tangan akan banyak sekali manfaatnya. Ada yang mengatakan bermanfaat sebagai terapi. Selain itu, tingkat kesulitannya pun pasti berbeda. Apabila santri yang sudah di tengah keterbatasannya (tidak ada mesin ketik) bisa melakukan demikian, tentu akan menjadi sangat luar biasa.
Nilai plus yang lain dari tulisan tangan adalah ada sebuah keuletan dalam prosesnya. Bisa dibayangkan bagaimana saat kita (penulis pemula) mengarang, kemudian langsung menuliskannya di kertas. Dikit-dikit kalau salah pasti ada coretan, ada yang kurang pas, coret lagi. Ketika karangan itu sudah jadi, masih perlu lagi proses tulis ulang, agar menjadi lembaran baru tanpa coretan dan mudah di baca. Keuletan santri menulis ulang ini adalah bukti besarnya semangat mereka dengan tidak berhenti di tengah jalan.
Berbeda kalau pakai mesin ketik, salah ketik bisa backspace, sehingga gak kelihatan lagi salahnya. Jadi sesungguhnya menulis tangan itu juga mengajarkan santri untuk jujur atas kesalahannya, tidak berusaha ditutup-tutupi. Namun membuka lembaran baru untuk membenahi kesalahan masa lalu sambil menjadi lebih baik lagi untuk masa depannya.
Alasan kedua adalah karangan santri yang dibuat dengan tulisan tangan sudah dapat dipastikan adalah karya orisinil. Asli karya buah pemikiran santri. Di tengah maraknya plagiasi, tentu sebuah orisinalitas karya akan menjadi nilai plus. Kemudian saya berpikir, boleh jadi dengan adanya komputer dan internet itu malah menjadi sumber utama adanya plagiasi. Dengan kemudahannya yang tinggal menekan ctrl C kemudian ctrl V, tulisan bisa jadi banyak halaman. Meskipun belum karuan juga kalau tuntas dibaca dan akhirnya gagal paham. Maka karya yang ditulis tangan sudah pasti ada nilai orisinalitasnya. Terlebih bagi santri yang jarang sekali menggunakan barang elektronik. Aktivitas santri setiap harinya di pondok lebih dekat dengan kitab atau buku. Bandingkan dengan pelajar yang di rumah, kebanyakan tidak bisa mengkrontrol waktunya menggunkan gadjet. Santri yang dekat dengan buku menunjukkan ada semangat lebih dalam memahami ilmu dan itu perlu untuk diapresiasi. Orisinalitas karya juga membuktikan kejujuran santri.
Proses penting yang mesti dilakukan pendidik selanjutnya adalah melatih dan mengembangkan orisinalitas tersebut. Awal-awal boleh jadi kata atau kalimat yang kurang pas atau sulit dimengerti. Tapi seiring proses orisinalitas yang diistiqomahkan, tulisan santri akan menemukan ciri khasnya. Jika nilai dibalik orisinalitas itu adalah kejujuran, maka kejujuran tersebut akan menjadi ciri khas, karakteristik santri. Salam.
Selamat berproses menjadi lebih baik lagi dengan menulis.
Baccarat: Rules, rules and best bets - FBCASINO
ReplyDeleteLearn the rules of Baccarat, and the best bets on your favorite casino 샌즈카지노 table games. febcasino From blackjack to craps, we have you covered. 제왕카지노