Ada apa dengan liburan ?
Ramadan tiba dan telah usai perkuliahanku semester empat. Tak terasa sudah dua tahun aku kuliah. Memang benar ketika menengok tahun ke belakang, hidup ini terasa cepat berlalu. Sebaliknya jika melihat tahun ke depan, hidup terasa penuh dengan penantian panjang.
Mengisi hari libur, aku diajak bapak pergi ke sawah. Di situlah tempat bapak belajar dan mencari nafkah. Bapak adalah seorang petani. Sebuah profesi yang telah diijazahkan turun temurun dari nenek moyang.
Ramadan tiba dan telah usai perkuliahanku semester empat. Tak terasa sudah dua tahun aku kuliah. Memang benar ketika menengok tahun ke belakang, hidup ini terasa cepat berlalu. Sebaliknya jika melihat tahun ke depan, hidup terasa penuh dengan penantian panjang.
Mengisi hari libur, aku diajak bapak pergi ke sawah. Di situlah tempat bapak belajar dan mencari nafkah. Bapak adalah seorang petani. Sebuah profesi yang telah diijazahkan turun temurun dari nenek moyang.
Aku seorang pelajar. Menjadi seorang pelajar, setiap hari pasti membawa
buku. Jika aku seorang petani, pasti yang aku bawa cangkul. Begitulah
tuntutan profesi yang seharusnya.
Sejak mengenal bangku sekolah. Aku telah diajarkan untuk mempunyai cita-cita yang tinggi. Menjadi dokter, guru, polisi, pilot dan lain sebagainya. Profesi petani dirasa kurang tersinggung. Apakah karena menjadi petani itu berat (?) Apakah orang pinter tidak cocok jadi petani (?) Entah lah, yang penting selama masih ada petani, aku bisa makan nasi.
Kembali ke sawah. Aku melihat panen padi sekarang sudah menggunakan mesin. Memang zaman telah modern, yang serba efektif dan efisien. Akan tetapi, hal tersebut menunjukan semakin sedikit seseorang yang bekerja menjadi petani. Lebih memprihatinkan lagi, sekarang mencari 'tukang tandur' (menanam padi) pun juga sulit. Kalau sudah dapat, antriannya panjang. Kata emak, "banyak mantan tukang tandur yang memilih pergi bekerja ke luar negeri".
Menurutku, semua itu karena kurangnya generasi penerus petani. Anak kecil zaman sekarang pun sudah dimanja dengan menggenggam handphone. Apakah seorang petani cukup bangga bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi (?) tanpa peduli siapa yang akan meneruskan mengolah sawahnya kelak. Tentu si anak juga harus belajar menjadi petani sejak dini.
Begitulah sekelumit peristiwa yang aku alami di desa tempat tinggalku. Libur panjang akan sia-sia jika tidak di isi dengan aktivitas yang bermanfaat. Jika pada waktu kuliah mengerjakan makalah, waktu di rumah menggarap sawah.
Terimakasih.
Selamat Berlibur.
Salakkembang, 10-06-2016
Sejak mengenal bangku sekolah. Aku telah diajarkan untuk mempunyai cita-cita yang tinggi. Menjadi dokter, guru, polisi, pilot dan lain sebagainya. Profesi petani dirasa kurang tersinggung. Apakah karena menjadi petani itu berat (?) Apakah orang pinter tidak cocok jadi petani (?) Entah lah, yang penting selama masih ada petani, aku bisa makan nasi.
Kembali ke sawah. Aku melihat panen padi sekarang sudah menggunakan mesin. Memang zaman telah modern, yang serba efektif dan efisien. Akan tetapi, hal tersebut menunjukan semakin sedikit seseorang yang bekerja menjadi petani. Lebih memprihatinkan lagi, sekarang mencari 'tukang tandur' (menanam padi) pun juga sulit. Kalau sudah dapat, antriannya panjang. Kata emak, "banyak mantan tukang tandur yang memilih pergi bekerja ke luar negeri".
Menurutku, semua itu karena kurangnya generasi penerus petani. Anak kecil zaman sekarang pun sudah dimanja dengan menggenggam handphone. Apakah seorang petani cukup bangga bisa menyekolahkan anaknya sampai perguruan tinggi (?) tanpa peduli siapa yang akan meneruskan mengolah sawahnya kelak. Tentu si anak juga harus belajar menjadi petani sejak dini.
Begitulah sekelumit peristiwa yang aku alami di desa tempat tinggalku. Libur panjang akan sia-sia jika tidak di isi dengan aktivitas yang bermanfaat. Jika pada waktu kuliah mengerjakan makalah, waktu di rumah menggarap sawah.
Terimakasih.
Selamat Berlibur.
Salakkembang, 10-06-2016
Comments
Post a Comment