Ekspedisi UNAIR
Berbekal tekad yang kuat dan niat yang baik. Aku dan Hadi pergi ke kota Surabaya untuk mengikuti acara seminar nasional. Perjalanan kesana kami tempuh dengan menaiki sepeda motor. Lelah sudah pasti, akan tetapi sangat rugi jika sampai disana tak dapat apa-apa.
Acara seminar nasional merupakan salah satu rangkaian acara arbivent (Airlangga bidikmisi event). Diselenggarakan oleh organisasi bidikmisi Unair yang bernama A.U.B.M.O. Menjadi hal yang sangat menarik tersendiri buatku karena bisa belajar langsung bersama Prof. Muhammad Nuh. DEA (Mendikbud 2009/2014) secara langsung. Selain itu juga bisa silaturrahmi dan dapat banyak kenalan teman bidikmisi.
Seminar nasional ini mengangkat tema "Strategi peningkatan daya saing SDM melalui pendidikan guna menyongsong bonus demografi". Menurut saya tema tersebut sangat menarik dan relevan. Karena sudah saatnya pemuda Indonesia mulai merancang nasib kedepan. Bonus demografi adalah ledakan penduduk usia produktif (15-65) yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030. Apakah Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi tersebut (?) Apakah pemuda Indonesia mampu membeli masa depan dengan harga sekarang (?)
Setiap generasi memiliki tugas kesejarahan zamannya. Begitulah ungkapan yang saya petik dari pak Nuh. Sejarah masa depan dipegang pemuda sekarang, dimana mereka akan menggantikan yang sudah tua. Mempersiapkan itu semua tentu diperlukan banyak calon pemenang. Menjadi pemenang yang mempunyai daya saing tinggi. Yakni orang yang memiliki Attitude (sikap), Knowledge (pengetahuan), dan Skill (ketrampilan). Sejatinya setiap orang telah menjadi pemenang sejak proses kejadian manusia. Oleh karena itu jadi lah pemenang yang mampu membawa Indonesia semakin baik.
Kelak kalau anak-anak menjadi pemimpin, bijak dan santunlah terhadap kaum duafa. Begitulah pesan pak Nuh pada peserta seminar. Menjadi seorang yang bijak itu ibarat lampu bangjo. Maksudnya antara kebenaran (logika), kebaikan (etika), dan keindahan (estetika) harus berjalan bersama. Kebenarannya ketika lampu merah, wajib berhenti. Etikanya harus mematuhi kebenaran tersebut dan menghargai pengguna jalan yang lain. Dengan begitu akan ada estetika berupa keteraturan lalu lintas.
Akan tetapi masih ada kebijakan publik yang diberlakukan hanya mencakup kebenaran publik saja. Kita dapat belajar dari kepahitan sejarah 1998. Begitu banyak korban yang jatuh. Oleh karena itu sangat penting untuk mewujudkan kepedulian bangsa. Jika menjadi pemimpin jadilah yang benar-benar bijak. Serasi padukan kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Persoalan sosial lebih cepat berkembang dari pada kemampuan pemahaman kita (kognitif). Untuk menghadapinya diperlukan kemampuan berpikir orde tinggi atau kemampuan berpikir kritis. Kemudian pak Nuh menjelaskan tentang Bloom's Taxonomy. Yaitu penggolongan kemampuan berpikir yang terdiri atas high order thingking dan low order thingking.
Penggolongan tersebut digambarkan seperti sebuah piramida bertingkat. Tertidiri dari enam tingkatan. Tiga tingkat teratas termasuk dalam high order thingking (kemampuan berpikir orde tinggi) yaitu analising, evaluating dan puncaknya creating. Sedangkan tiga tingkat terbawah atau low order thingking (kemampuan berpikir orde rendah) yaitu mulai dari remembering, understanding, dan aplying.
Berbekal tekad yang kuat dan niat yang baik. Aku dan Hadi pergi ke kota Surabaya untuk mengikuti acara seminar nasional. Perjalanan kesana kami tempuh dengan menaiki sepeda motor. Lelah sudah pasti, akan tetapi sangat rugi jika sampai disana tak dapat apa-apa.
Acara seminar nasional merupakan salah satu rangkaian acara arbivent (Airlangga bidikmisi event). Diselenggarakan oleh organisasi bidikmisi Unair yang bernama A.U.B.M.O. Menjadi hal yang sangat menarik tersendiri buatku karena bisa belajar langsung bersama Prof. Muhammad Nuh. DEA (Mendikbud 2009/2014) secara langsung. Selain itu juga bisa silaturrahmi dan dapat banyak kenalan teman bidikmisi.
Seminar nasional ini mengangkat tema "Strategi peningkatan daya saing SDM melalui pendidikan guna menyongsong bonus demografi". Menurut saya tema tersebut sangat menarik dan relevan. Karena sudah saatnya pemuda Indonesia mulai merancang nasib kedepan. Bonus demografi adalah ledakan penduduk usia produktif (15-65) yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2030. Apakah Indonesia mampu memanfaatkan bonus demografi tersebut (?) Apakah pemuda Indonesia mampu membeli masa depan dengan harga sekarang (?)
Setiap generasi memiliki tugas kesejarahan zamannya. Begitulah ungkapan yang saya petik dari pak Nuh. Sejarah masa depan dipegang pemuda sekarang, dimana mereka akan menggantikan yang sudah tua. Mempersiapkan itu semua tentu diperlukan banyak calon pemenang. Menjadi pemenang yang mempunyai daya saing tinggi. Yakni orang yang memiliki Attitude (sikap), Knowledge (pengetahuan), dan Skill (ketrampilan). Sejatinya setiap orang telah menjadi pemenang sejak proses kejadian manusia. Oleh karena itu jadi lah pemenang yang mampu membawa Indonesia semakin baik.
Kelak kalau anak-anak menjadi pemimpin, bijak dan santunlah terhadap kaum duafa. Begitulah pesan pak Nuh pada peserta seminar. Menjadi seorang yang bijak itu ibarat lampu bangjo. Maksudnya antara kebenaran (logika), kebaikan (etika), dan keindahan (estetika) harus berjalan bersama. Kebenarannya ketika lampu merah, wajib berhenti. Etikanya harus mematuhi kebenaran tersebut dan menghargai pengguna jalan yang lain. Dengan begitu akan ada estetika berupa keteraturan lalu lintas.
Akan tetapi masih ada kebijakan publik yang diberlakukan hanya mencakup kebenaran publik saja. Kita dapat belajar dari kepahitan sejarah 1998. Begitu banyak korban yang jatuh. Oleh karena itu sangat penting untuk mewujudkan kepedulian bangsa. Jika menjadi pemimpin jadilah yang benar-benar bijak. Serasi padukan kebenaran, kebaikan dan keindahan.
Persoalan sosial lebih cepat berkembang dari pada kemampuan pemahaman kita (kognitif). Untuk menghadapinya diperlukan kemampuan berpikir orde tinggi atau kemampuan berpikir kritis. Kemudian pak Nuh menjelaskan tentang Bloom's Taxonomy. Yaitu penggolongan kemampuan berpikir yang terdiri atas high order thingking dan low order thingking.
Penggolongan tersebut digambarkan seperti sebuah piramida bertingkat. Tertidiri dari enam tingkatan. Tiga tingkat teratas termasuk dalam high order thingking (kemampuan berpikir orde tinggi) yaitu analising, evaluating dan puncaknya creating. Sedangkan tiga tingkat terbawah atau low order thingking (kemampuan berpikir orde rendah) yaitu mulai dari remembering, understanding, dan aplying.
Dari semua itu aku sadar bahwa kemampuan berpikirku masih pada kategori
low order. Aku masih pada tingkat mengingat, memahami, dan penerapan.
Itu pun terkadang aku masih kesulitan. Jika aku tetap pada tingkatan
tersebut, tentunya akan sulit bagiku untuk menjadi pemenang dalam
menghadapi persoalan sosial yang berkembang pesat.
Semua pasti membutuhkan proses. Patut bersyukur menjadi mahasiswa yang berproses di jenjang pendidikan perguruan tinggi. Sudah saatnya sebagai mahasiswa untuk mematangkan cara berpikir orde rendah dan mulai sering menggunakan cara berfikir orde tinggi yaitu menganalisa, mengevaluasi dan menciptakan. Dengan begitu seorang mahasiswa akan dapat mengambil peran dalam menyongsong bonus demografi. Jadilah seorang yang berbeda dari kebanyakan orang rata-rata.
Semoga bermanfaat
IAIN Tulungagung, 15-11-2016
Semua pasti membutuhkan proses. Patut bersyukur menjadi mahasiswa yang berproses di jenjang pendidikan perguruan tinggi. Sudah saatnya sebagai mahasiswa untuk mematangkan cara berpikir orde rendah dan mulai sering menggunakan cara berfikir orde tinggi yaitu menganalisa, mengevaluasi dan menciptakan. Dengan begitu seorang mahasiswa akan dapat mengambil peran dalam menyongsong bonus demografi. Jadilah seorang yang berbeda dari kebanyakan orang rata-rata.
Semoga bermanfaat
IAIN Tulungagung, 15-11-2016
Comments
Post a Comment