Humanisme Akademis
Oleh : Muhammad Fauzi Ridwan
Kampus adalah dunia akademis. Tempat belajar, berproses, dan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan. Dunia yang dihuni oleh para generasi intelektual. Terdiri atas guru besar, dosen, dan mahasiswa. Semuanya merupakan elemen dasar yang harus ada dalam dunia akademik. Dosen sebagai penyampai dan pembimbing mahasiswa belajar ilmu pengetahuan. Sedang mahasiswa sebagai penerima ilmu pengetahuan.
Kegiatan perkuliahan, seminar, penelitian dan diskusi merupakan rutinitas adakemis mahasiswa. Pada intinya apapun aktivitas yang berkaitan dengan mempelajari ilmu pengetahuan, disebut akademis. Sedang orang yang memiliki ilmu pengetahuan disebut akademisi. Sehubungan orang atau manusia adalah pelaku utama dunia akademis, maka menarik untuk mengkaji humanisme di ranah akademis.
Humanisme berasal dari gabungan kata human dan isme. Human berarti manusia dan isme berarti paham atau aliran. Jadi humanisme adalah paham yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia. Humanisme menekankan peran, harkat dan tanggung jawab manusia. Tujuan dari humanisme adalah menghidupkan rasa kemanusiaan dan pergaulan hidup lebih baik. Dalam humanisme terdapat adab dan etika. Hal ini diperkuat dengan sila ke dua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Humanisme juga kerap diartikan sebagai pandangan yang memanusiakan manusia. Hal tersebut boleh jadi karena adanya manusia yang melewati batas kemanusiaannya. Manusia kelewat batas tersebut layaknya hewan. Ia tak menggunakan otaknya untuk berpikir jernih. Bahkan boleh dikatakan tak punya hati dan perasaan. Perilakunya kejam, suka menganiaya yang lemah dan semena-mena. Tak punya empati terhadap sesamanya.
Ada banyak sekali contoh kasus yang tidak mempedulikan humanisme di kampus. Beberapa diantaranya mulai dari yang paling ringan adalah etika berkomunikasi yang buruk, datang terlambat, plagiasi, pungli, sampai pergaulan bebas di kampus. Semuanya memang tidak sampai yang mengakibatkan luka fisik, namun sakitnya berasa sampai hati. Kadang luka yang di dalam hati lebih sulit diobati daripada luka luar. Maka tak boleh diabaikan.
Etika berkomunikasi yang buruk yakni seperti mengungkapkan kata-kata kotor dapat menyinggung perasaan. Komunikasi tersebut yang terjadi di dunia nyata maupun maya. Mengejek, mengumpat, atau bahkan membuat hoax merupakan tindakan negatif yang tidak mencerminkan humanisme. Lidah memang tak bertulang, namun tetap setajam pedang.
Ungkapan yang rentan menyakitkan hati orang lain sebaiknya dihindari. Sebab bisa memunculkan fitnah yang berujung permusuhan. Akademisi seharusnya bisa lebih dewasa menggambil sikap. Ada nasehat orang Jawa yang mengatakan "ajining diri soko lathi". Maka berhati-hatilah dalam berkomunikasi. Tak perlu juga mengharap dihormati, tapi dengan kita menghormati akan menjadikan lebih terhormat. Jadilah akademisi yang rendah hati.
Datang terlambat merupakan contoh kecil tidak adanya humanisme. Keterlambatan bukan soal waktu. Lebih dari itu adalah menodai komitmen yang sebelumnya telah disepakati bersama. Orang-orang yang sukses adalah mereka yang menghargai waktu. Yakni mengisi waktunya dengan aktivitas bermanfaat. Termasuk bersikap humanis bagi yang menghargai waktu orang lain.
Plagiasi adalah tindakan pencurian. Seperti mengcopy tulisan orang lain, kemudian mengatas namakan dirinya sendiri. Hal ini tidak hanya kerap dilakukan mahasiswa, tapi juga terjadi pada dosennya. Bukan tidak mungkin, dengan otoritas dosen yang memiliki kuasa memberikan ancaman nilai, mengambil alih tulisan mahasiswanya untuk diterbitkan di jurnal. Banyak cerita dari beberapa mahasiswa, mereka sakit hati karena namanya tidak dicantumkan dalam artikel yang dimuat. Padahal mahasiswa yang paling bekerja keras menyelesaikan. Sang dosen cuma ikut pasang nama. Mereka merasakan sakit dari tindakan dosen yang tidak humanis.
Pungli, singkatan dari pungutan liar. Tindakan tidak humanis ini merupakan pemerasan harta atau mengambil keuntungan dari mereka yang lemah. Meski tidak dilakukan dengan aksi kekerasan fisik, namun bisa terjadi dengan kepintaran liciknya. Ada cerita dari mahasiswa akhir yang sedang bimbingan skripsi. Ketika ia tidak membawa makanan kesukaan pembimbingnya, maka skripsinya tidak akan dibaca. Akibatnya setiap kali mahasiswa tersebut hendak bimbingan, harus merogoh kocek yang besar agar ia bisa di acc dan lulus. Mau gak mau mahasiswa harus melakukannya, sebab ia dibayangi ketakutan dan dipersulit ketika hendak bimbingan tanpa bawa buah tangan.
Pergaulan bebas adalah tindakan yang melewati batas etika. Laki-laki dan perempuan bermain pacaran dan akhirnya berujung perzinaan. Banyak kasus yang sudah terjadi di kalangan remaja saat ini. Para laki-laki tak bisa menjaga burungnya. Sedang perempuan tak bisa menjaga auratnya. Keduanya terseret nafsu birahi, tak mampu mengendalikan diri. Akhirnya hamil di luar nikah. Mau gak mau dilangsungkan pernikahan dini. Akibat pergaulan bebas, rugilah masa depan. Seharusnya bisa lebih mapan meniti karir dan berkarya, namun sudah tidak bisa lagi sebab sudah terikat kesibukan rumah tangga. Oleh karena itu sebagai akademisi harus mampu bergaul yang positif produktif tak melewati batas.
Kehidupan manusia tak bisa lepas dari saling membutuhkan bantuan orang lain. Tanpa adanya tukang jahit, kita tak bisa menggunakan pakaian. Tanpa petani, kita tak bisa makan. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Karena saat ini bukan zamannya Tarzan. Marilah kita saling berinteraksi secara positif kepada semua orang yang disekitar kita. Bersikap humanis. Tidak membuat luka, baik secara fisik maupun psikis. Niscaya hidup ini akan lebih tenang, damai dan harmonis.
Salakkembang, 09-09-2018
Oleh : Muhammad Fauzi Ridwan
Kampus adalah dunia akademis. Tempat belajar, berproses, dan mengkaji berbagai ilmu pengetahuan. Dunia yang dihuni oleh para generasi intelektual. Terdiri atas guru besar, dosen, dan mahasiswa. Semuanya merupakan elemen dasar yang harus ada dalam dunia akademik. Dosen sebagai penyampai dan pembimbing mahasiswa belajar ilmu pengetahuan. Sedang mahasiswa sebagai penerima ilmu pengetahuan.
Kegiatan perkuliahan, seminar, penelitian dan diskusi merupakan rutinitas adakemis mahasiswa. Pada intinya apapun aktivitas yang berkaitan dengan mempelajari ilmu pengetahuan, disebut akademis. Sedang orang yang memiliki ilmu pengetahuan disebut akademisi. Sehubungan orang atau manusia adalah pelaku utama dunia akademis, maka menarik untuk mengkaji humanisme di ranah akademis.
Humanisme berasal dari gabungan kata human dan isme. Human berarti manusia dan isme berarti paham atau aliran. Jadi humanisme adalah paham yang mengedepankan nilai dan kedudukan manusia. Humanisme menekankan peran, harkat dan tanggung jawab manusia. Tujuan dari humanisme adalah menghidupkan rasa kemanusiaan dan pergaulan hidup lebih baik. Dalam humanisme terdapat adab dan etika. Hal ini diperkuat dengan sila ke dua pancasila, kemanusiaan yang adil dan beradab.
Humanisme juga kerap diartikan sebagai pandangan yang memanusiakan manusia. Hal tersebut boleh jadi karena adanya manusia yang melewati batas kemanusiaannya. Manusia kelewat batas tersebut layaknya hewan. Ia tak menggunakan otaknya untuk berpikir jernih. Bahkan boleh dikatakan tak punya hati dan perasaan. Perilakunya kejam, suka menganiaya yang lemah dan semena-mena. Tak punya empati terhadap sesamanya.
Ada banyak sekali contoh kasus yang tidak mempedulikan humanisme di kampus. Beberapa diantaranya mulai dari yang paling ringan adalah etika berkomunikasi yang buruk, datang terlambat, plagiasi, pungli, sampai pergaulan bebas di kampus. Semuanya memang tidak sampai yang mengakibatkan luka fisik, namun sakitnya berasa sampai hati. Kadang luka yang di dalam hati lebih sulit diobati daripada luka luar. Maka tak boleh diabaikan.
Etika berkomunikasi yang buruk yakni seperti mengungkapkan kata-kata kotor dapat menyinggung perasaan. Komunikasi tersebut yang terjadi di dunia nyata maupun maya. Mengejek, mengumpat, atau bahkan membuat hoax merupakan tindakan negatif yang tidak mencerminkan humanisme. Lidah memang tak bertulang, namun tetap setajam pedang.
Ungkapan yang rentan menyakitkan hati orang lain sebaiknya dihindari. Sebab bisa memunculkan fitnah yang berujung permusuhan. Akademisi seharusnya bisa lebih dewasa menggambil sikap. Ada nasehat orang Jawa yang mengatakan "ajining diri soko lathi". Maka berhati-hatilah dalam berkomunikasi. Tak perlu juga mengharap dihormati, tapi dengan kita menghormati akan menjadikan lebih terhormat. Jadilah akademisi yang rendah hati.
Datang terlambat merupakan contoh kecil tidak adanya humanisme. Keterlambatan bukan soal waktu. Lebih dari itu adalah menodai komitmen yang sebelumnya telah disepakati bersama. Orang-orang yang sukses adalah mereka yang menghargai waktu. Yakni mengisi waktunya dengan aktivitas bermanfaat. Termasuk bersikap humanis bagi yang menghargai waktu orang lain.
Plagiasi adalah tindakan pencurian. Seperti mengcopy tulisan orang lain, kemudian mengatas namakan dirinya sendiri. Hal ini tidak hanya kerap dilakukan mahasiswa, tapi juga terjadi pada dosennya. Bukan tidak mungkin, dengan otoritas dosen yang memiliki kuasa memberikan ancaman nilai, mengambil alih tulisan mahasiswanya untuk diterbitkan di jurnal. Banyak cerita dari beberapa mahasiswa, mereka sakit hati karena namanya tidak dicantumkan dalam artikel yang dimuat. Padahal mahasiswa yang paling bekerja keras menyelesaikan. Sang dosen cuma ikut pasang nama. Mereka merasakan sakit dari tindakan dosen yang tidak humanis.
Pungli, singkatan dari pungutan liar. Tindakan tidak humanis ini merupakan pemerasan harta atau mengambil keuntungan dari mereka yang lemah. Meski tidak dilakukan dengan aksi kekerasan fisik, namun bisa terjadi dengan kepintaran liciknya. Ada cerita dari mahasiswa akhir yang sedang bimbingan skripsi. Ketika ia tidak membawa makanan kesukaan pembimbingnya, maka skripsinya tidak akan dibaca. Akibatnya setiap kali mahasiswa tersebut hendak bimbingan, harus merogoh kocek yang besar agar ia bisa di acc dan lulus. Mau gak mau mahasiswa harus melakukannya, sebab ia dibayangi ketakutan dan dipersulit ketika hendak bimbingan tanpa bawa buah tangan.
Pergaulan bebas adalah tindakan yang melewati batas etika. Laki-laki dan perempuan bermain pacaran dan akhirnya berujung perzinaan. Banyak kasus yang sudah terjadi di kalangan remaja saat ini. Para laki-laki tak bisa menjaga burungnya. Sedang perempuan tak bisa menjaga auratnya. Keduanya terseret nafsu birahi, tak mampu mengendalikan diri. Akhirnya hamil di luar nikah. Mau gak mau dilangsungkan pernikahan dini. Akibat pergaulan bebas, rugilah masa depan. Seharusnya bisa lebih mapan meniti karir dan berkarya, namun sudah tidak bisa lagi sebab sudah terikat kesibukan rumah tangga. Oleh karena itu sebagai akademisi harus mampu bergaul yang positif produktif tak melewati batas.
Kehidupan manusia tak bisa lepas dari saling membutuhkan bantuan orang lain. Tanpa adanya tukang jahit, kita tak bisa menggunakan pakaian. Tanpa petani, kita tak bisa makan. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Karena saat ini bukan zamannya Tarzan. Marilah kita saling berinteraksi secara positif kepada semua orang yang disekitar kita. Bersikap humanis. Tidak membuat luka, baik secara fisik maupun psikis. Niscaya hidup ini akan lebih tenang, damai dan harmonis.
Salakkembang, 09-09-2018
Comments
Post a Comment