Tabungan Masa Depan
Oleh : Fauzi Ridwan
Terinspirasi dari kisah Nabi Sulaiman yang diminta untuk memilih antara ilmu atau harta. Beliau memilih ilmu, dan itu merupakan pilihan yang tepat. Karena ilmu lebih utama daripada harta. Selama ilmu itu dipelajari, diamalkan maka akan semakin berkembang dan bermanfaat. Berbeda dengan harta, semakin sering dibelanjakan maka akan cepat habis.
Dari inspirasi kisah tersebut, kemudian saya berinisiatif untuk memiliki tabungan ilmu. Langkah sederhana yang coba saya lakukan adalah membeli buku setiap bulannya. Alhamdulillah selama niat itu baik, selalu diberikan jalan. Selama empat tahun kuliah, sudah terkumpul tiga rak. Tujuh diantaranya adalah buku antologi yang didalamnya ada tulisan saya. Meski masih belum sebanyak perpustakaan pada umumnya, untuk bahan bacaan di rumah sudah cukup. Semoga bisa bertambah lagi dan menjadi motivasi keluarga untuk semakin mencintai ilmu.
Ada sebuah rencana ke depan kalau sudah punya anak, akan saya pondokkan. Nah, sebelum itu, si anak diajak untuk menyukai membaca. Setelah membaca menjadi hobi anak saya, kemudian saat mondok akan saya buat aturan. Boleh pulang ke rumah kalau sudah mengkhatamkan satu buku. Atau baru disambang (dijenguk) untuk menukarkan dengan buku baru setelah khatam satu buku. Kalau belum khatam bacanya, ya gak akan disambang atau gak boleh pulang. Dan pondok pesantren adalah wadah yang tepat untuk tholabul ilmi dan menerapkan aturan diatas.
Aturan diatas masih lebih ringan dibandingkan dengan kisah tholabul ilminya syekh Nawawi al-Bantani. Saat itu beliau tidak diperkenankan pulang ke rumah dengan syarat sebelum kelapa yang ditanam ibunya berbuah. Tentu membutuhkan jangka waktu yang sangat lama.
Akhir kata, sebaik-baiknya rencana adalah kehendak Allah swt. Semoga ikhtiar sederhana ini bermanfaat dan mendapatkan ridho-Nya. Amin.
Ngunut, 16-10-2018
Oleh : Fauzi Ridwan
Terinspirasi dari kisah Nabi Sulaiman yang diminta untuk memilih antara ilmu atau harta. Beliau memilih ilmu, dan itu merupakan pilihan yang tepat. Karena ilmu lebih utama daripada harta. Selama ilmu itu dipelajari, diamalkan maka akan semakin berkembang dan bermanfaat. Berbeda dengan harta, semakin sering dibelanjakan maka akan cepat habis.
Dari inspirasi kisah tersebut, kemudian saya berinisiatif untuk memiliki tabungan ilmu. Langkah sederhana yang coba saya lakukan adalah membeli buku setiap bulannya. Alhamdulillah selama niat itu baik, selalu diberikan jalan. Selama empat tahun kuliah, sudah terkumpul tiga rak. Tujuh diantaranya adalah buku antologi yang didalamnya ada tulisan saya. Meski masih belum sebanyak perpustakaan pada umumnya, untuk bahan bacaan di rumah sudah cukup. Semoga bisa bertambah lagi dan menjadi motivasi keluarga untuk semakin mencintai ilmu.
Ada sebuah rencana ke depan kalau sudah punya anak, akan saya pondokkan. Nah, sebelum itu, si anak diajak untuk menyukai membaca. Setelah membaca menjadi hobi anak saya, kemudian saat mondok akan saya buat aturan. Boleh pulang ke rumah kalau sudah mengkhatamkan satu buku. Atau baru disambang (dijenguk) untuk menukarkan dengan buku baru setelah khatam satu buku. Kalau belum khatam bacanya, ya gak akan disambang atau gak boleh pulang. Dan pondok pesantren adalah wadah yang tepat untuk tholabul ilmi dan menerapkan aturan diatas.
Aturan diatas masih lebih ringan dibandingkan dengan kisah tholabul ilminya syekh Nawawi al-Bantani. Saat itu beliau tidak diperkenankan pulang ke rumah dengan syarat sebelum kelapa yang ditanam ibunya berbuah. Tentu membutuhkan jangka waktu yang sangat lama.
Akhir kata, sebaik-baiknya rencana adalah kehendak Allah swt. Semoga ikhtiar sederhana ini bermanfaat dan mendapatkan ridho-Nya. Amin.
Ngunut, 16-10-2018
Comments
Post a Comment