MABNI

Oleh : Muhammad Fauzi Ridwan

Semua huruf hukumnya mabni. Demikian aturan pokok dalam kaidah nahwu atau ilmu tentang tata bahasa Arab. Mabni bermakna tetap atau tidak berubah-ubah.

Huruf jer, dhomir, isim isyaroh, isim mausul dan istilah lainnya dalam bahasa Arab dihukumi mabni. Bila diibaratkan huruf itu adalah manusia, maka kemabniannya adalah takdir. Takdir pada manusia adalah sebuah ketetapan yang telah diatur oleh Allah Swt.

Apakah ketetapan itu selamanya tidak bisa berubah? Bila takdir itu ibarat mabni, apakah takdir juga tidak bisa dirubah? Berawal dari pertanyaan-pertanyaan semacam ini, penulis ingin mengkaitkan kaidah nahwu dengan kehidupan. Upaya sederhana ini bertujuan untuk menggali hikmah yang tersembunyi. Harapannya bisa menjadi koreksi pribadi penulia dan bermanfaat bagi orang lain.

Ketika penulis mengaji kembali kitab nahwu, penulis menemukan sebuah pengecualian. Mabni tidak berlaku selamanya. Mabni bisa berubah bila memenuhi syarat-syarat tertentu. Seperti yang penulis temukan pada pembahasan dhomir.

Ada empat dhomir yang bila sebelumnya berharokat kasroh atau berupa ya ي maka dibaca kasroh. Empat dhomir itu adalah ه ، هما ، هم ، هن . Seperti contoh به , dibaca bihi. Tidak boleh dibaca bihu. Atau عليه dibaca 'alaihi, bukan 'alaihu.

Menariknya, pada pembahasan dhomir tersebut kasroh menjadi syarat pengecualian perubahan mabni. Tentu kasroh memiliki makna tersendiri seperti yang pernah penulis tulis pada catatan ngaji sebelumnya. Tanda kasroh berada di bawah memiliki makna kerendahhatian. Dengan demikian, takdir bisa berubah dengan sikap rendah hati.

Rendah hati adalah sikap yang mulia. Dalam berdoa, rendah hati adalah sebaik-baiknya penghias diri. Sudah sepatutnya sebagai hamba merasa tidak mampu di hadapan Tuhan yang maha kuasa. Sungguh tidaklah pantas hamba berlaku sombong, meskipun sedikit. Doa dengan kerendahhatian adalah senjata ampuh seorang mukmin untuk merubah takdir. WaAllohu A'lam.

Salakkembang, 12-08-2020



Comments

Post a Comment