Aku & Radio


Ketika zaman masih gandrung akan peperangan, ada satu alat yang mematikan. Pihak yang memiliki alat tersebut, dapat dipastikan kemenangannya dalam berperang. Alat itu bukanlah senjata pedang ataupun bom. Alat itu adalah telekomunikasi.
Ya, telekomunikasi adalah alat canggih yang mampu mempersatukan bangsa. Melalui telekomunikasi strategi maupun komando dapat berjalan lancar. Bahkan pihak yang mahir memainkan telekomunikasi, ia mampu mengecoh maupun mengadu domba pasukan lawan. Dengan mudah lawan ditaklukkan hanya dengan bersilat lidah melalui alat telekomunikasi.
Saat kita membaca sejarah bangsa Indonesia dulu, kita ingat bagaimana proklamasi kemerdekaan dapat menjangkau ribuan pulau, bahkan luar negeri hanya melalui kotak kecil bernama radio. Juga ketika perjuangan mempertahankan kemerdekaan, kita dipersatukan oleh pidato bung Tomo yang berapi-api pada peristiwa 10 November. Melalui alat telekomunikasi bernama radio ini kita bersatu meraih kemerdekaan bangsa.
Sayang, aku lahir di era milenial. Dimana alat telekomunikasi sudah semakin canggih. Ada televisi dan Internet yang saat ini lebih sering disapa. Sedang nasib radio mungkin semakin surut pendengarnya. Paling-paling hanya diputar di mobil yang sopirnya gak punya flashdisk. hehehe
Namun, radio pernah berkesan dalam hidupku. Saat kecil di bulan ramadan, sering di rumah memutar radio sebagai penanda berbuka puasa. Juga ketika mondok, bareng santri lainnya mendengarkan radio sambil sembunyi-sembunyi. Tiap malam jumat setelah kegiatan pondok selesai, kami mendengarkan acara kismis (kisah misteri). Barangkali saat itu, radio adalah hiburan sederhana saat mondok. Meskipun pernah konangan pengurus dan dirampas.
Radio pernah menjadi teman lembur bagi santri ketika ro'an ngecor. Radio juga menjadi teman setiaku mengusir kantuk ketika lembur menggarap dekorasi sampai subuh. Sedang yang paling berkesan terakhir kali adalah ketika diminta menjadi pembicara di radio perkasa beberapa hari lalu. Sebuah pengalaman pertama yang begitu berharga saat bisa merasakan sensasinya mengudara. Akhir kata, selamat hari radio nasional. Terus kreatif dan inovatif menebar informasi di masyarakat.
Salakkembang, 11 September 2019Aku & Radio
Ketika zaman masih gandrung akan peperangan, ada satu alat yang mematikan. Pihak yang memiliki alat tersebut, dapat dipastikan kemenangannya dalam berperang. Alat itu bukanlah senjata pedang ataupun bom. Alat itu adalah telekomunikasi.
Ya, telekomunikasi adalah alat canggih yang mampu mempersatukan bangsa. Melalui telekomunikasi strategi maupun komando dapat berjalan lancar. Bahkan pihak yang mahir memainkan telekomunikasi, ia mampu mengecoh maupun mengadu domba pasukan lawan. Dengan mudah lawan ditaklukkan hanya dengan bersilat lidah melalui alat telekomunikasi.
Saat kita membaca sejarah bangsa Indonesia dulu, kita ingat bagaimana proklamasi kemerdekaan dapat menjangkau ribuan pulau, bahkan luar negeri hanya melalui kotak kecil bernama radio. Juga ketika perjuangan mempertahankan kemerdekaan, kita dipersatukan oleh pidato bung Tomo yang berapi-api pada peristiwa 10 November. Melalui alat telekomunikasi bernama radio ini kita bersatu meraih kemerdekaan bangsa.
Sayang, aku lahir di era milenial. Dimana alat telekomunikasi sudah semakin canggih. Ada televisi dan Internet yang saat ini lebih sering disapa. Sedang nasib radio mungkin semakin surut pendengarnya. Paling-paling hanya diputar di mobil yang sopirnya gak punya flashdisk. hehehe
Namun, radio pernah berkesan dalam hidupku. Saat kecil di bulan ramadan, sering di rumah memutar radio sebagai penanda berbuka puasa. Juga ketika mondok, bareng santri lainnya mendengarkan radio sambil sembunyi-sembunyi. Tiap malam jumat setelah kegiatan pondok selesai, kami mendengarkan acara kismis (kisah misteri). Barangkali saat itu, radio adalah hiburan sederhana saat mondok. Meskipun pernah konangan pengurus dan dirampas.
Radio pernah menjadi teman lembur bagi santri ketika ro'an ngecor. Radio juga menjadi teman setiaku mengusir kantuk ketika lembur menggarap dekorasi sampai subuh. Sedang yang paling berkesan terakhir kali adalah ketika diminta menjadi pembicara di radio perkasa beberapa hari lalu. Sebuah pengalaman pertama yang begitu berharga saat bisa merasakan sensasinya mengudara. Akhir kata, selamat hari radio nasional. Terus kreatif dan inovatif menebar informasi di masyarakat.
Salakkembang, 11 September 2019




Comments