Oleh: Muhammad Fauzi Ridwan
Sebelum belajar lebih dalam tentang metode ilmiah, perlu kita mengenal terlebih dahulu sarana berpikir ilmiah. Fungsi sarana berpikir ilmiah adalah untuk membantu proses metode ilmiah. Sarana bisa diartikan sebagai alat pembantu. Sedangkan berpikir ilmiah merupakan aktivitas akal budi di dalam merangkai kata. Ada empat macam sarana berpikir ilmiah. Diantaranya adalah:
1. Bahasa
Melalui bahasa, memungkinkan manusia berpikir secara abstrak di mana objek-objek yang faktual ditranformasikan menjadi simbol-simbol bahasa yang bersifat abstrak. Adanya transformasi ini maka manusia dapat berpikir mengenai sesuatu objek tertentu meskipun objek tersebut secara faktual tidak berada di tempat di mana kegiatan berpikir itu dilakukan. Inilah salah satu kemampuan manusia yang membedakannnya dengan binatang. Melalui bahasa, pengetahuan dikomunikasikan, dibakukan, dan diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Manusia kemudian dapat mempelajari, mempersoalkan, mendalami, mengubah, dan mengembangkan lebih lanjut pengetahuan yang telah diperoleh untuk menemukan lagi pengetahuan baru yang lebih sempurna.
Bahasa memiliki fungsi simbolik, emotif dan afektif. Bahasa juga mempunyai fungsi mendua (ambigu), seperti ungkapan; nasi telah menjadi bubur. Bahasa juga tidak bisa mewakili secara pasti tentang kuantitatif. Beberapa hal tersebut merupakan kelemahan bahasa, sehingga perlu kehati-hatian kita dalam penggunaan bahasa dalam berpikir ilmiah.
2. Matematika
Matematika adalah ilmu deduktif. Kelebihan matematika yakni eksak dan pasti, sehingga bisa melahirkan prediksi yang dalam bahasa penelitian disebut hipotesis. Matematika sama dengan bahasa, keduanya berupa simbol atau lambang yang sama-sama berfungsi sebagai penghantar pesan dari subjek kepada objek. Namun, angka pada matematika memang tidak ditujukan untuk menggantikan kata-kata. Pengukuran sekadar unsur dalam menjelaskan persoalan yang menjadi pokok anlisis utama.
3. Statistika
Statistika memberikan kemampuan kepada manusia untuk mengetahui apakah suatu hubungan kausalitas antara dua faktor atau lebih bersifat kebetulan atau memang benar-benar terkait dalam suatu hubungan yang bersifat empiris. Statistika menalar secara induktif dan cukup menggunakan sampel. Penarikan kesimpulan secara statistik memungkinkan manusia untuk melakukan kegiatan ilmiah secara ekonomis. Seperti contoh saat membeli korek api, tentunya cukup mencoba satu biji korek untuk mengetahui bahwa biji-biji yang lain masih bisa digunakan (belum kedaluwarsa).
4. Logika
Logika merupakan ketrampilan untuk menerapkan hukum-hukum pemikiran dalam praktik. Suatu pemikiran disebut lurus, tepat apabila pemikiran itu sesuai dengan hukum-hukum serta aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam logika. Logika menyelediki hukum-hukum pemikiran. Penyelidikan terjadi dengan menguraikan unsur-unsur pemikiran. Unsur pertama ialah pengertian-pengertian. Selanjutnya pengertian-pengertian disusun sehingga menjadi keputusan-keputusan. Hingga akhirnya keputusan-keputusan itu disusun menjadi penyimpulan-penyimpulan.
Menurut Aristoteles, tugas utama pelajaran logika adalah mengakui hubungan yang tepat antara yang umum dan yang khusus. Oleh karena itu, keterangan-keterangan ilmiah berarti menunjukkan prinsip dasar tentang berlakunya uraian yang hanya bersumber dari keterangan-keterangan yang bersifat umum.
***
Selanjutnya penting bagi seorang pemikir untuk bisa mengetahui definisi logis dan rasional. Apakah logis dan rasional memiliki arti yang sama? atau bila berbeda, dimanakah letak perbedaanya? Penjelasan ini penting digaris bawahi mengingat dalam kajian ilmiah, dua kata ini sering digunakan. Berdasarkan penjelasan yang dipaparkan Prof. Dr. Ahmad Tafsir dalam bukunya filsafat ilmu, yang dalam paparannya merupakan pemahaman atas teori Kant, diperoleh beberapa penjelasan sebagai berikut:
1. Yang logis adalah yang masuk akal
2. Yang logis itu mencakup yang rasional dan yang supra-rasional
3. Yang rasional ialah yang masuk akal dan sesuai dengan hukum alam.
4. Yang supra-rasional ialah yang masuk akal sekalipun tidak sesuai dengan hukum alam
Adapun contohnya adalah sebagaimana kisah Nabi Ibrahim AS yang dibakar. Kisah tersebut tidak bisa dikatakan rasional karena tidak sesuai dengan hukum alam. Manusia termasuk materi yang bisa terbakar api. Pernyataan paling tepat adalah kisah Nabi Ibrahim AS bisa disebut logis yang supra-rasional. Penjelasan masuk akalnya adalah Allah SWT membuat api yang terdiri atas dua substansi, yakni apinya dan panasnya. Api dan panas dibuat oleh Allah SWT, selanjutnya untuk menyelamatkan utusan-Nya, Allah SWT mengubah sifat api dari panas menjadi dingin. Bolehkah Allah SWT berbuat demikian? tentu boleh, wong ya Dia yang membuat api. Jadi adalah logis api tidak menghanguskan Nabi Ibrahim AS.
Dari penjelasan di atas berimplikasi pada:
1. Isi Al-Qur'an ada yang rasional dan supra-rasional
2. Isi Al-Qur'an itu semuanya logis: sebagian logis rasional dan sebagian lainnya logis supra-rasional.
Rujukan:
1. Prof. Dr. Ahmad Tafsir, Filsafat
Ilmu Mengurai Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi Pengetahuan (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2019)
1. Dr. H. Teguh, M.Ag, Filsafat Ilmu, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017)
Comments
Post a Comment