Oleh: Muhammad Fauzi Ridwan, M.Ag
Apa tujuan kita belajar untuk melakukan penelitian atau riset?
Gairah melakukan riset dalam rangka mengkonstruksi dan mengembangkan ilmu pengetahuan.
***
Bagaimana ilmu pengetahuan berkembang?
Suatu teori ketika sudah mapan (normal science - Thomas Kuhn) biasa akan mengalami anomali, kemudian mengalami krisis. Saat terjadu krisis, teori tersebut akan dinilai tidak lagi kompatibel menjawab persoalan. Sehingga ilmuan akan melakukan riset, untuk menjawab persoalan tersebut dengan teori baru yang ia temukan.
Dengan budaya riset, ilmu pengetahuan akan mengalami dinamika signifikan. Tanggungjawab ilmuan tidak sekadar menghafal pengetahuan yg sudah ada, tapi terus melakukan jihad kreatif untuk kemajuan peradaban.
Terlebih kita sadar, Al-Qur'an dan Tafsir dalam ruang-ruang sosial terus mengalami gerak yg sangat dinamis. Apabila kita membiarkan Al-Qur'an dan Tafsir dalam "kebekuan" di tengah tantangan dinamika sosial keagamaan masyarakat kontemporer, sama halnya dengan mengkufuri nikmat Allah Swt.
***
Makna Slogan laman google.scholar = "stand on the shoulders of giants." menurut Akhol Firdaus
Slogan ini berhubungan dengan prinsip kerja keilmuan. Seorang ilmuan harus selalu bersandar kepada para ilmuan pendahulu. Mereka adalah periset lintas generasi yang telah berkontribusi besar dalam pengembangan ilmu. Pola ini membentuk silsilah keilmuan yang panjang, tapi juga melahirkan lingkup perbincangan akademik yang mendalam dan rinci.
Adanya silsilah keilmuan ini mengakibatkan tidak ada satupun ilmuan / peneliti baru yang bisa mengajukan klaim bahwa dia menawarkan tema kajian yang baru sama sekali. Secara alegoristik, semua area studi / lingkup kajian kontemporer sesungguhnya adalah susunan batu bata keilmuan yang diwariskan para pendahulu. Artinya bangunan ilmu sudah jadi, bahkan sudah mapan. Zaman pioneer sudah berakhir. Secara etik, peneliti pemula / calon ilmuan yang baru datang kemudian harus mampu memposisikan dirinya di atas / di sela-sela batu bata perbincangan akademik yang sudah diwariskan.
Peneliti pemula harus memiliki kemampuan untuk bisa melacak genealogi (silsilah) perbincangan akademik di area studi masing-masing. Tanpa kemampuan ini, pemula bisa jatuh pada kondisi "buta" peta perbincangan akademik. Prinsip dasar riset sesungguhnya terkait dengan kemampuan peneliti dalam melihat celah, di dalam suatu perbincangan akademik. Meliputi celah yang diwariskan atau celah yang lahir karena dialektika yang terjadi diantara para 'raksasa' itu.
Stand on the shoulders of giants dengan begitu adalah kemampuan melacak silsilah ilmu, memetakan lingkup perbincangan akademik, kemampuan menempatkan diri menemukan celah kosong yang disisakan oleh para pendahulu. Celah kosong akan membawa peneliti pada tema-tema yang potensial menawarkan kebaruan (novelty) di tengah padatnya perbincangan akademik.
Slogan tersebut lazim dinisbatkan kepada Isaac Newton, terutama surat yang ditulisnya pada 1675. Tulisan lengkap slogan itu adalah, "if I have seen furthee (than others), it is by standing on the shoulders of giants." Bilang berharap menemukan hal baru, haruslah bersandar pada bahu, pundak, para raksasan.
***
Penelitian Ilmiah =
Proses kerja ilmiah yg dilakukan secara sistematik, menggunakan metode dan pendekatan tertentu, serta analisis yang mendalam untuk menyingkap sebuah fenomena, hubungan antara fenomena, mencermati kaitan satu dengan yang lainnya atau menjawab suatu problem akademik yang menjadi rumusan pokok penelitian.
Problem Akademik =
Masalah akademik yang menuntut adanya penjelasan ilmiah melalui riset, berupa:
1. Adanya kesenjangan antara apa yang semestinya (Dass Sollen) dengan apa yang senyatanya (Das Sein).
2. Masalah yang belum jelas karena terkesan masih kontradiksi dan simpang siur sehingga membutuhkan klarifikasi.
3. Hal-hal yang ingin dijelaskan secara lebih mendalam oleh peneliti.
Contoh:
Penolakan Imam Al-Thabari terhadap Qira'at Mutawatirah.
Problem akademiknya mestinya qira'at mutawatirah itu harus diterima sebagai bacaan yang sah untuk membaca Al-Qur'an sebagaimana disepakati para ulama, mengapa al Thabari menolaknya? Atas dasar apa? Apa implikasi terhadap penolakan tsb? Maka jawabannya harus dicari melalui penelitian.
Metodologi =
Serangkaian proses dan prosedur yang harus ditempuh oleh seorang peneliti, baik menyangkut bagaimana metode dan pendekatan yang dipakai, kerangka teori yang digunakan, cara memperoleh data dan menganalisanya, sehingga sampai pada kesimpulan yang benar tentang riset yang dilakukan.
***
Menulis Riset Ilmiah tentunya berbeda dengan menulis buku.
***
Ciri Khas Penelitian Ilmiah
1. Bersifat Obyektif (mawdlu'iyyah)
Pengertian Obyektif menyangkut dua hal :
- Riset fokus kepada obyek kajian tertentu yg hendak diteliti, tidak melebar kemana-mana. Sindirannya al-dun-ya wama fiha (dunia dengan segala isinya. Riset yang baik adalah yang fokus dan mendalam, sehingga tidak terpecah pecah pikirannya dalam memahinya.
- Hasil riset harus sesuai dengan data obyektif yang ada. Peneliti harus melakukan penjarakan (distansiasi metodologi) yakni berusaha menghindari bias-bias subjektivitas pribadi, madzab, ideologi, atau kepentingan tertentu. Sindirannya Intelektual Tukang (hanya untuk keuntungan finansial) sehingga idealisme keilmuan dikorbankan.
Contoh : Santri notabene madzab syafi'i, saat melakukan riset terhadap pemikiran imam syafi'i, santri harus berusaha seobyektif mungkin, mencermati dan teliti dalil yang dipakainya. Santri tidak perlu merasa takut, kuwalat, atau ada kendala psikologis untuk mencoba melakukan kritik/keberatan atas sebagian pemikiran dan dalil yang digunakan imam syafi'i. Jika dalil itu memang lemah secara faktual, kritik adalah sebaik-baik apresiasi terhadap karya akademik, sejauh dilakukan dengan penuh ketulusan dan tannggung jawab..
2. Metodologis (manhajiyyah)
Pengertian = riset harus tersusun secara sistematis, logis, kritis-analitik, tidak sekadar mengumpulkan data. Sehingga urainnya runtut dan mudah dipahami pembaca.
***
Riset bukan Klipping yang hanya potong tempel / kopas dari artikel yang dimuat di internet tanpa diolah. Jangan sampai saat anda melakukan riset, hanya berisi kutipan dari buku atau journal yang tidak memiliki struktur pemikiran yang jelas.
Melakukan riset ibarat membuat struktur bangunan pemikiran. Sebagaimana membangun rumah tukang harus punya kreatifitas, cara dan seni bagaimana menyusum konstruksi bangunan yang baik dan kuat. Mulai dari membuat fondasi yg kuat, membuat dinding dengan rapi, masang pintu dan jendela dll.
Riset jangan seperti toko besi dan bangunan. Disitu memang terdapat berbagai bahan bangunan. Ada pasir bata, semen, kayu dsb, namun tidak disusun secara baik. Penelitiaj yang isinya hanya kumpulan data, tanpa disusun secara sistematis dan logis, sehingga struktur bangunan pemikirannya tidak jelas, disebut sebagai riset berwajah "toko besi dan bangunan".
***
Syarat Calon Peneliti
1. Syarat Akademis
- Punya bekal pengetahuan yang cukup dan memadai tentang isu riset / tema yg mau dilakukan.
- Mampu mencari sumber asli (mashadir) dalam riset dan sumber sekunder (maraji)
- Mampu berfikir sistematis, logis dan kritis
- Mampu berpikir obyektif
2. Syarat Etis
- Ikhlas, jujur, amanah, jangan sampai melakukan plagiasi karya orang lain.
- Sabar = ulet, tekun dan tidak mudah putus asa dalam menjalani penelitian, termasuk ketika berhadapan dengan pembimbing yang tidak selamanya menyenangkan. Ingat kisah nabi Musa ketika berguru dengan Nabi Khidr gara-gara kurang sabar, harus berpisah dan hilang kesempatan bergurunya.
- Tanggungjawab akademis
- Teliti dan cermat, jangan ceroboh dalam pengutipan footnote atau menganalisa data. Konsultasikan masalah anda dengan ahlinya jika merasa ragu atau kurang yakin.
***
Penelitian dalam kajian Al-Qur'an dan Tafsir secara garis besar bisa dibagi 2
1. Penelitian Teks
2. Penelitian Sosial
***
Resume Buku Metode Penelitian Al-Qur'an dan Tafsir, karya Dr. H Abdul Mustaqim, Idea Press Yogyakarta, 2014. hal v-9.
Comments
Post a Comment